Novel Get Lost

Judul: Get Lost
Penulis: Dini Novita Sari
Penerbit: Bhuana Sastra
Terbitan: 1, 2013
Tebal: 198 halaman
ISBN: 978-602-249-439-3

I need to get lost ...
And get lost needs no itinerary...

Lana Sagitaria senang melakukan perjalanan sebagai selingan untuk mengatasi kejenuhannya menghadapi rutinitas sebagai karyawati. Alasan klasik, tetapi begitulah yang dia percaya selama ini. Hingga suatu ketika, dia memutuskan untuk berjalan mengikuti kata hatinya, tanpa itinerary, membiarkan dirinya hanyut dalam arus perjalanan. Siapa sangka, perjalanan ini justru membawanya pada jawaban penting atas pertanyaan yang selama ini terpendam jauh di lubuk hatinya. Jelajah kakinya ke beberapa kota dan negara, juga pertemuannya dengan orang-orang asing, membuatnya berkaca pada kenangan berbagai peristiwa penting dalam hidupnya, termasuk hilangnya seseorang yang sangat berartu dalam hidupnya. Akankah kenangan itu tetap tinggal, ataukah sudah saatnya untuk dilepaskan?


Setelah membaca identitas buku, saya dikejutkan dengan pesan kecil yang penulis berikan pada saya:
“Dear Artha Amalia ..
Setuju nggak kalau selalu ada kenangan yang tetap tinggal 
dalam hidup kita? Baca dan temukan jawabannya bersama Lana ...”

Saya makin penasaran, ada apa dengan Lana, tokoh utama dalam novel ini? Bila kalian menebak bahwa sang tokoh adalah pemuda penakluk gunung, jelas salah. Sebab dari covernya tampak seorang gadis manis dengan ransel dan ilustrasi icon dari beberapa tempat: Bali, Korea, Singapura dan Surabaya.

Lana yang seorang karyawati di sebuah perusahaan swasta, beberapa waktu ini menggandrungi untuk melakukan perjalanan dan tersesat. Baginya hal tersebut sangat menantang. Setelah terbiasa menulis jadwal refreshing dengan sangat rinci di agenda, ia mulai tidak mau terikat dengan itinerary. Ia yakin, justru perjalanan tanpa panduan akan terasa punya banyak kejutan, dan tentunya pengalaman tak terlupakan.

Kisah dibuka dengan bagaimana perjalanan gadis ini di Bali. Ia datang sendiri karena memperoleh tiket murah dari salah satu maskapai penerbangan. Dengan bermodal punya salah satu kawan yang dikenalnya via twitter, ia pun menginap di salah satu losmen dekat Pantai Kuta. Di sana, ia bertemu dengan beberapa orang yang memberikan kesan dan pesan tersendiri tentang bagaimana isi kehidupan. Mendengar curhatan orang tentang rasa nyaman yang mencandu dan menimbulkan rasa ketergantungan, filosofi dari minuman yang disuka serta mencari jawaban tentang untuk apa manusia hidup.


Saya terusik oleh kalimat, “Manusia memang hidup ditakdirkan untuk mencari jawaban. Selalu ada pertanyaan yang menggelisakhan mereka. Yang tak kita ketahui, seringnya jawaban itu sudah tersedia di hadapan kita, tapi kita saya yang terlalu jauh mencarinya, sehingga seolah tak tampak.

Ya benar! Sama seperti Lana yang kadang tak menyadari bahwa perjalanan yang dilakukannya akhir-akhir ini ialah untuk mencari jawaban atas apa yang meresahkannya: keberadaan Dharma. Sebelumnya, ia bukanlah seorang yang suka melakukan perjalanan. Namun sejak kedekatannya dengan lelaki yang 2 tahun lebih tua darinya itu, ia jadi keasyikan untuk melakukan perjalanan lagi dan lagi. Di tengah padatnya jadwal kerja, ia bisa mengatur cuti dan bahkan mencuri-curi waktu untuk meluapkan rasa penasarannya menjelajahi tempat lain.

Permasalahan alamat tinggal sementaranya di Singapura hingga membuatnya bermasalah dengan petugas bandara, tidak jua membuatnya kapok. Malah ia beruntung karena kemudian bertemu dengan bule yang membantunya. Dengan melakukan perjalanan penuh kejutan, ia mendapat banyak kawan. Walau juga tertumpuknya kembali kenangan yang mengusik benaknya.

Bagi saya, novel ini benar-benar menakjubkan. Kita tidak akan tahu bagaimana alur ceritanya bila hanya baca setengah-setengah. Bila di awal akan menebak kalau Lana dan Dharma akhirnya bertemu di suatu tempat dan kemudian hidup bahagia, tentu salah! Sebab perjalanan Lana sangat panjang hingga kemudian ia memenangkan kuis dan mendapat liburan gratis di Korea, sampai-sampai bertemu langsung dengan 4AM!

Dini, sang penulis, mampu membuat pembacanya mengenal beberapa tempat lewat sebuah novel yang tidka membosankan untuk dibaca. Kosa kata yang digunakan juga memuat bahasa setempat, semakin mendekatkan pembaca dengan latar tempat yang ditampilkan. Tetapi penggunaan bahasa asing yang berlebih juga tidak terlalu bagus. Mungkin ada beberapa pembaca yang pengetahuan bahasanya kurang sehingga butuh bantuan untuk menerjemahkannya. Saran saya, bisa diganti dengan bahasa Indonesia namun dijelaskan kalau sang Bule menggunakan bahasa negara asalnya saat berbincang, memudahkan pembaca lebih mencerna maksud dialog.

Banyak poin positif yang bisa diambil dari novel Get Lost ini. Selain beberapa petuah tentang makna dan pencarian di dalam hidup, keindahan matahari terbit di Bromo serta bagaimana Tibet yang memikat hati lelaki yang dicari Lana, membuat pembaca berkali-kali menggerakkan kepala dan menggumankam pujian pada Tuhan, sungguh bumi ini begitu indah. Dan sungguh ... novel ini wajib direferensikan bagi mereka yang mengira bahwa perjalanan itu sulit dan merepotkan. Contohlah Lana yang kemudian jatuh cinta dengan perjalanannya karena memahami bahwa hidup memang sebuah perjalanan.

"Dan satu lagi, tidak selamanya kenangan buruk hadir untuk menyakiti kok, Lana. Kadang itu ada untuk mengingtkan kita bahwa proses hidup itu sungguh nyata. ..."





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah membaca ^^
Tolong berkomentar dengan sopan yaaa... Maaf kalau ada yang belum terjawab :*