Novel "Tokyo Tower"

Judul: Tokyo Tower; antara aku, ibu dan terkadang ayah
Penulis: Lily Franky
Penerjemah: Fatmawati Djafri
Penerbit: Kansha Publishing
Cetakan: 1, Desember 2013
Tebal: 396 halaman
ISBN: 978-602-97196-6-6


“Ternyata hidup itu indah ...setidaknya itu yang kurasakan saat bersamamu, Ibu.”

Masaya kecil tidak pernah jauh-jauh dari ibu yang mengasuhnya seorang diri. Namun saat beranjak dewasa, keinginan kuat untuk meninggalkan desa dan hidup mandiri membuatnya pergi meninggalkan sang Ibu.

Dilatarbelakangi kehidupan Kota Tokyo yang hiruk-pikuk, Masaya terjerumus dalam kebebasan sebuah kota besar tanpa kehadiran Ibu. Namun saat ibunya ikut tinggal bersamanya di Tokyo, kehidupannya mulai membaik.

Sampai saat yang paling ditakuti itu datang ...

Kisah nyata yang telah diangkat dalam serial TV dan juga film layar lebar ini menceritakan perjuangan seorang ibu dalam membesarkan anaknya. Dan perjuangan pemuda untuk menemukan makna hidup dan bangkit dari keterpurukan untuk membahagiakan sang Ibu.

Ketika hidup, kau rela mati demi anakmu.
Ketika mati, kau ingin hidup untuk menjaga anakmu.



Karena katanya sudah difilmkan, saya jadi penasaran. Berkat browsing, jadi tahu kalau yang dimaksud ialah drama di tahun 2007 dengan judul Tokyo Tower: Mom and Me, and Sometimes Dad. Pemain utama drama bersetting Jepang di tahun 1960-an ini adalah Joe Odagiri sebagai Masaya dan Kirin Kiki sebagai ibunya, dengan sutradara Joji Matsuoka.  


Menurut wikipedia, ternyata ... Film drama ini diangkat dari Novel Autobiografi karya Lily Franky dengan judul asli Tokyo Tower: Okan to Boku to Tokidoki Oton. Kekuatan cerita Novel Autobiografi ini yang membuat orang banyak tertarik untuk membacanya. Tak salah jika kemudian novel ini menjadi Best Seller di Jepang dengan penjualan mencapai 2 juta eksemplar. Film ini sendiri telah diikutsertakan pada Festival Film Cannes dan pada ajang Japan Academy Award 2008 lalu meraih13 nominasi di berbagai kategori, diantaranya nominasi Film terbaik , nominasi aktor terbaik (Joe Odagiri), nominasi aktris terbaik (Kirin Kiki) dan nominasi sutradara terbaik (Joji Matsuoka).

Tokyo ibarat sorot lampu, banyak laron yang datang mendekat padanya, terpesona akan cahaya yang belum pernah dilihat sebelumnya. Novel ini mengisahkan tentang sebuah keluarga dan hubungannya dengan Tokyo. Sang ayah yang terlempar dari pusaran dan kembali ke kampung halaman, sang anak yang kehilangan tempat untuk kembali dan sang ibu yang tertidur selamanya di kaki Tokyo Tower.

Masaya, seorang anak lelaki biasa. Ia dibesarkan oleh sang ibu. Awalnya Masaya tinggal bersama ayah dan ibunya. Namun karena menumpang dan hidup bersama mertua, saudara ipar, dan penghuni kos maka ibu Masaya membawanya keluar dan menumpang di rumah mertua kakak perempuan ayahnya. Di situlah awal hidup terpisah dengan ayahnya. Keduanya lantas pindah lagi ke Chihuko, tinggal bersama nenek dari pihak ibu.

“Siapa orang yang paling kau sayang?”

Aku selalu memberikan jawaban yang sama. “Ibu.”

“Setelah itu siapa?”

“Nenek Kokura.”

“Iya, ya ... betul, betul,” kata Nenek.

Nama Ayah tak masuk dalam daftar orang yang aku sayangi. Itu bukan karena aku tidak menyukainya. (halaman 27)

Karena suatu alasan, ayah dan ibu Masaya harus tinggal terpisah. Bukan berarti kemudian keduanya bercerai. Di saat terpenting, ayah Masaya selalu hadir. Bahkan saat pertimbangan hidup Masaya di Tokyo, sang ayah juga memiliki peranan.

Sewaktu kecil, Masaya pernah terkena disentri dan harus dirawat di ruang isolasi. Siapa sangka belasan tahun kemudian, ia juga harus menjenguk seseorang di ruang isolasi, ibunya. Penyakit yang diderita sang ibu membuat Masaya berjuang mencari uang, ia tidak lagi menjadi seorang yang suka menghabiskan uangnya untuk berjudi.


Pada usia kepala tiga, ia masih sangat lengket dengan ibunya dan belum memikirkan untuk menikah. Kedekatannya juga menular pada kawan-kawannya, bahkan di saat salah seorang temannya berulang tahun, ibunya hadir di tengah para anak muda yang berbahagia. Walau ibu Masaya tidak memiliki keinginan untuk menetap di Tokyo, namun Tuhan berkehendak lain.

Saat membaca novel ini, saya sempat kesal pada Masaya. Ia lupa pada tujuan awal tinggal di Tokyo. Sudah tahu kalau warung ibunya tidak banyak mendatangkan pelanggan, ia masih saja minta uang untuk memenuhi kebutuhan hidup dan membayar utang yang ditumpuknya. Kuliahnya juga berantakan, pun sering pindah tempat tinggal karena tak sanggup membayar sewa. Pekerjaan paruh waktunya sebagai ilustrator yang sebenarnya menghasilkan banyak uang, tidak dijalaninya dengan baik.

Air mata saya sempat menetes ketika membaca tentang bagaimana perjuangan ibu Masaya. Setelah sang nenek meninggal, ibu Masaya kemudian juga kehilangan tempat tinggalnya. Masaya lalu menawarkan agar ibunya tinggal bersamanya walau sebenarnya kediaman Masaya ialah hasil patungan bersama kawannya. Ibu Masaya yang menderita kanker, begitu baiknya berperan seperti seorang yang sehat-sehat saja. Ia tidak ingin membuat putranya khawatir. Hingga masa itu tiba ...

Saya suka cara penceritaan novel ini. Alur yang maju mundur, tidak membuat bingung pembaca. Walau lebih banyak narasi, dialog yang ditampilkan itu sudah memiliki makna yang besar. Beberapa membuat tersenyum, beberapa membuat ... jleb, pembaca jadi bisa bercermin darinya.

Seberapa pun berbaktinya kita kepada orangtua,
kita pasti akan  merasa menyesal,
akan mengatakan, “Ah, seandainya aku dulu melakukan ini,
atau melakukan itu untuk mereka.”


Novel "Wonder"

Judul: Wonder, don’t judge a boy by his face
Penulis: R. J. Palacio
Penerjemah: Harisa Permatasari
Penerbit: Atria
Cetakan: 1, September 2012
Tebal: 430 halaman
ISBN: 978-979-024-508-2


“Kuharap, setiap hari adalah Halloween. Kita semua bisa memakai topeng setiap saat. Lalu kita bisa berjalan-jalan dan saling mengenal sebelum melihat penampilan kita di balik topeng.”

August (Auggie) Pullman lahir dengan kelainan Mandibulofacial Dysostosis, sebuah kondisi rumit yang membuat wajahnya tampak tidak biasa. Meskipun dia sudah menjalani serangkaian operasi, penampilan luarnya tetap saja terlihat berbeda. Namun, bagi segelintir orang yang mengenalnya, dia adalah anak yang lucu, cerdas dan pemberani.

Auggie mengalami petualangan yang lebih menakutkan daripada operasi-operasi yang dijalaninya ketika dia menjadi murid kelas lima di Beecher Prep. Kalian pasti tahu menjadi murid baru itu bukanlah hal yang mudah. Ditambah lagi Auggie adalah anak biasa dengan wajah yang sangat tidak biasa.


Terenyuh saat tahu bagaimana nasib Auggie. Usianya baru 10 tahun, tapi cobaan hidupnya begitu berat. Banyak orang yang ngeri ketika memandang wajahnya juga takut bersentuhan dengannya. Wabah, istilahnya demikian. Bahkan ada beberapa orang yang dengan tega mengoloknya, walau yang lebih menyakitkan ialah teman yang bersikap baik tetapi itu hanya kepura-puraan.

Ia menderita suatu penyakit yang namanya cukup sulit dihapal oleh anak seusianya. Mandibulofacial dysostosis atau Sindrom Treacher Collins ialah kelainan genetik langka -hanya 1 dari 10.000 kelahiran- yang ditandai dengan perubahan bentuk wajah seperti letak mata miring ke bawah, rahang kecil di bawah, dan perubahan bentuk telinga, atau bahkan tidak adanya telinga. Satu penyebab sindrom ini yang diketahui adalah mutasi pada gen.

Kehidupannya yang begitu tentram karena selalu tinggal di rumah, tiba-tiba berubah saat ibunya memutuskan kalau Auggie harus bersekolah di sekolah ‘yang sebenarnya’. Sebelumnya ibu Auggie berperan menjadi guru dan mengajarinya banyak hal di rumah. Itu karena sejak kecil, Auggie harus menjalani 27 kali operasi untuk menangani bentuk fisiknya. Jadi ia tidak sekolah bukan karena penampilannya yang membuatnya takut dipandang orang lain dengan tatapan menusuk.

Hingga akhirnya ayah dan ibunya menyebut nama Mr. Tushman, kepala sekolah tempat Auggie bersekolah nantinya, Beecher Prep. Terdengar lucu dan Auggie langsung berkata, “Ya”. Ketiganya lalu mengunjungi calon sekolah Auggie. Mr. Tushman sungguh baik dan memahami kondisinya, beliau lalu mengutus 3 orang siswanya untuk menjadi teman pertama Auggie dan mengajaknya berkeliling sekolah. Sikap ketiganya lumayan baik, walau Julian, salah satu dari ketiga teman barunya, sempat membuat Auggie kesal.

“Apa yang terjadi dengan wajahmu? Maksudku, apa kau terluka dalam kebakaran, atau semacamnya?” (halaman 40)

Setelah kunjungan tersebut, Auggie tetap pada pendiriannya, ingin sekolah. Ayahnya yang awalnya berpendapat bahwa Auggie sebenarnya tidak perlu bersekolah, mengatakan sangat bangga pada cara Auggie dalam menghadapi Julian. Katanya putranya itu sudah berubah menjadi pria kuat. Sebaliknya, sang ibu malah cemas dan tidak yakin kalau keputusannya menyekolahkan Auggie ialah tindakan yang benar. Ia tak mau putranya terluka.

Pada hari pertamanya, Auggie mendapat sambutan yang sudah diduganya. Ya, tidak ada yang mau duduk di sampingnya selain Jack, salah satu dari ketiga teman barunya. Pun saat makan siang di kantin, bahkan Charlotte, gadis malaikat yang juga menamaninya menjalani tur kecil di awal mengenal sekolah, tidak tampak. Hingga kemudian ada seorang gadis yang menyapanya, “Hei, apa ada yang menempati kursi ini?”

Dialah Summer, salah seorang yang sebelumnya memperhatikannya sambil berbisik kepada teman-temannya. Summer baik padanya, tapi Auggie lalu mengira bahwa sikap baiknya itu karena disuruh oleh kepala sekolah, sama seperti yang terjadi pada Jack. Karena kesalahpahaman itu, Auggie sempat berjauhan dengan Summer dan semakin merasa bahwa dirinya buruh, sangat buruk.

Ini pendapatku: kami semua menghabiskan terlalu banyak waktu untuk membuat August merasa dirinya normal hingga dia sungguh-sungguh merasa normal. Dan masalahnya adalah, dia tidak normal. (halaman 127)

Via, kakak Auggie, sebenarnya sangat menyayangi adiknya. Namun karena sikap kedua orangtuanya yang terlalu memperhatikan Auggie, membuat dirinya harus menahan diri dan semakin pintar bermain peran kalau kondisinya selalu baik-baik saja. Di masa sekolah menengahnya, Via menemui banyak kesulitan. Hingga kemudian terucaplah kalimat yang membuat hubungannya dengan sang ibu dan Auggie memburuk.

Novel ini dikemas dengan konsep yang menarik. Sudut pandang tidak hanya diambil dari sang tokoh utama, August Pullman, namun juga dari sudut pandang Via, Summer, Jack dan beberapa tokoh lainnya. Bagaimana hingga kemudian orang lain dapat menerima kondisi Auggie, diceritakan dengan alur tak tertebak. Begitu menyentuh, hingga mampu mengoyak emosi di beberapa bagian.

Problema remaja memang banyak macamnya. Bukan hanya masalah fisik, bagaimana memperoleh kepopuleran pun membuat pusing banyak remaja. Hingga banyak cara dilakukan, termasuk menghasut teman-teman dan akhirnya ditasbihkan sebagai tokoh sentral. Bagaimana peran orang tua dan guru, dicontohkan dalam novel berkover merah ini.

Auggie yang malang. Di dunia ini masih banyak yang menilai seseorang dari kondisi fisik. Saya kecewa dengan sikap para pengolok Auggie, tidakkah mereka membayangkan apabila berada di posisi Auggie? Tidak ada yang minta diciptakan tidak sempurna. Tapi Auggie begitu kuat. Ia memiliki kodrat kebaikan hati, kuatnya karakter dan keberaniannya menghadapi kenyataan. Banyak pelajaran yang bisa kita ambil, salah satunya tentang kebaikan.

“Jika semua orang yang ada di ruangan ini berpegang pada aturan bahwa di mana pun kalian berada, kapan pun kalian bisa, kalian akan berusaha lebih berbaik hati dari yang seharusnya ... dunia ini sungguh-sungguh bisa menjadi tempat yang lebih baik,” pesan Mr. Tushman di halaman 410.

Bersedia menikmati kisah untuk menguatkan jiwa dan menggugah rasa syukur? Novel ini layak kalian buru!


Novel "Ospek Jilid 2"

novelnya bersandar pada puss


Judul: Ospek Jilid 2, cuap-cuap gokil si maba galau
Penulis: Deny Gunawan
Penerbit: de teens
Cetakan: 1, Agustus 2013
Tebal: 240 halaman
ISBN: 978-602-255-211-6


Gua, yang dari awal nggak mau ikut ospek, akhirnya luluh juga. Bokap, sebagai laki-laki yang turut berjasa atas terlahirnya gua ke dunia, berhasil membujuk gua malam itu. Bukan karena apa-apa, tapi karena satu hari sebelum ospek dimulai, dia ngasih tau gua kalau uang jajan gua bakalan naik jadi lima belas ribu rupiah andai gua mau ikut ospek.

Gua senang. Walau akhir-akhir ini gua sadar kalau harga diri gua begitu murah.

Deny –seorang pelajar berkepribadian ganda (maksudnya berkepribadian supel dan energik) asal Jakarta- ingin melanjutkan studi demi mencapai cita-citanya di Kota Bandung. Memang dasar anak rumahan, ia tidak biasa menjalani hari-harinya sendiri di sebuah kamar kos yang kecil dan pengap. Dari sinilah kisah hidupnya yang penuh warna-warni bergulir, mulai merasa salah milih jurusan kuliah sampe menganggap bahwa single itu derajatnya lebih tinggi dari jomblo. Tapi, meski kocak, banyak makna hidup filosofis yang hadir dalam buku ini. Nggak bakalan bikin bosen, deh!


Ini kisah seorang lelaki tulen yang kini aktif sebagai mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Inggris UIN Jakarta. Pemilik moto "makanlah sebelum dimakan" ini dulunya kuliah di Bandung dan sempat galau ketika harus ngekos. Kamar kosnya gerah banget dan sialnya dia dapat kamar itu karena tidak mendapat kesempatan untuk memilih. Ia mengibaratkan kondisinya bak seorang jomblo yang tidak pernah punya pilihan untuk memilih kehidupan yang layak.

Adik bungsunya yang bernama Icha, begitu antusias dan berencana mengadakan pesta karena akhirnya abangnya tidak tidur di rumah lagi. Kasihan, padahal si Deni kelimpungan mencari cara agar beras bisa berubah menjadi nasi. Ia bukan burung dara yang makan beras. Cowok sok keren ini lalu ke swalayan guna membeli rice cooker, tapi bukan yang berkapasitas 9 liter sebab dia hanya seorang mahasiswa dan bukan mau usaha buka nasi padang di Bandung.

Walau kemudian jago bikin nasi sendiri, Deny tetap jadi pelanggan setia Bang Maman. Bubur ayam Bang Maman yang dijual di depan kampusnya itu sebenarnya tidak terlalu enak, tapi rasanya bisa berubah ternikmat sedunia karena dimakan saat perut keroncongan. Hubungan keduanya juga baik, seperti adik kakak, ini misi Deny demi-diskon-khusus.

Karena Deny anak baik, dia punya teman. Namun sayangnya, kebanyakan temannya itu aneh. Teman kosnya juga. Kehidupan di kosan ternyata mempengaruhi nilai akademik. Kalau terlalu biasa hidup irit, akhirnya nilai indeks prestasi (IP) juga ikutan irit: 2,5.

"Den, gak selamanya apa yang kita rencanain itu berjalan dengan baik." (halaman 80)

Tapi ada suatu hal yang akhirnya membuat Deny ingin pindah tempat kuliah. Ia pilih kuliah di UIN Jakarta, tidak ngekos lagi dan membuat wajah Icha seketika murung. Nah, saat diharuskan ikut ospek, Deny sempat menolak tapi ayahnya berhasil meyakinkannya. Tapi akhirnya ia sadar ... ternyata hal tersebut mempengaruhi harga dirinya.

Apa yang membuat Deny keluar dari kos dan tempat kuliah sebelumnya? Adakah pertengkaran dengan Bang Maman atau teman-temannya? Atau mungkinkah karena seorang cewek berhasil membuat hatinya terluka parah dan ia tak sanggup menanggungnya seorang diri? Temukan jawaban selengkapnya di dalam novel remaja ini.

saya dan si novel

Sang penulis, Deny, menanyakan sesuatu pada saya di halaman judul, “Apa makna move on buat kamu?

Bagi saya, move on  ialah suatu keputusan yang super berani. Maknanya ialah ‘berubah’, meningkatkan kemampuan diri agar tidak terjebak untuk mengulangi atau terlena pada masa lalu yang kurang baik.

Ospek Jilid 2 mengajarkan tentang move on. Bila banyak yang menafsirkan move on sebagai bentuk melupakan sang mantan dengan mencari pacar baru, itu makna sempitnya. Move on bisa juga berarti mengubah prinsip diri, menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Dalam buku ini, ada banyak kisah tentang move on  tempat tinggal, kebiasaan, jurusan kuliah dan yang terpenting ialah move on pada penilaian tentang sesuatu yang kita kira buruk namun ternyata sebaliknya.

Katanya sih ini kisah nyata penulisnya. Dimulai dengan cara pemilihan kosan, belanja bareng keluarga di swalayan buat memenuhi kebutuhan hidup, hingga saat perpisahan yang membahagiakan Icha. Bagaimana cara beradaptasi di kosan juga dikupas habis. Pokoknya banyak tips penting buat mereka-mereka yang siap jadi mahasiswa. Ilmu memasak nasi di rice cooker penting buat dikuasai dan ada kursus gratisnya di dalam novel ini.

Tapi jalan ceritanya agak rancu juga sih. Soalnya habis seru-serunya bahas cara bertahan hidup di kosan, eh lari ke masalah jomblo. Eng ... jomblo emang seru buat dibahas. Entah sengaja mencari-cari kesamaannya yakni hidup sama-sama terasa ‘sepi’ apalagi belum terlalu kenal dengan penghuni kosan lainnya, Deny kemudian menuliskan survey gejolak diri para jomblo. Ada yang beneran lucu, ada yang garing dan gak lucu. #eh

T: Jomblo boleh gak bantuin Nenek nyebrang jalan?
J: Dalam kasus ini gua sering mengalami kesulitan dalam hal membedakan mana yang nenek-nenek dan mana yang jomblo. (halaman 36)

Atau mungkin selera humor saya kurang.

Ada juga tips rahasia Edo, salah seorang teman sekosan, tentang cara berhemat yang entah itu baik atau malah terlihat miris. Tapi untuk menghemat umur ... skip, itu gak ada tipsnya.

Salut buat Deny yang berhasil menuliskan move on-nya. Sekelumit kisahnya mampu memberi banyak gambaran pada para pembaca tentang bagaimana proses menjadi mahasiswa dan gejolak yang dirasakan pada jenjang tersebut. Deny juga berhasil membuat jomblo tidak lagi terlalu merana, sebab masalah jomblo tidak serumit masalah mereka yang memiliki pasangan.

Ketika kalian bertanya perbedaan antara single dan jomblo, percayalah ... single tu prinsip dan jomblo adalah sebuah takdir, kutipan di halaman 33.


Kumcer "Cerita Bodor Koas (CEBOK)"

Judul: Cerita Bodor Koas (CEBOK)
Penulis:  Andreas Kurniawan, Tomy Aryanda, Hima Cipta dan Rifky Rizkiantino
Tebal: xvi + 235 halaman
Penerbit: mediakita
Cetakan: 1, 2014
ISBN: 979-794-441-7


Koas itu adalah makhluk setengah dokter. Tampilannya seperti dokter, tempat kerjanya seperti dokter, alat-alatnya seperti dokter, tulisannya (terpaksa) mirip tulisan dokter, tapi otak dan mentalnya belum dokter. Baik dokter umum, dokter gigi, atau dokter hewan, semuanya akan melewati masa transisi setengah dokter ini. Ketiganya jelas berbeda. Dalam buku ini, kita akan menyelami beberapa kisah yang dialami oleh para saksi hidup kerasnya perkoasan.

Masa koas itu lucu dan menarik sehingga yang akan, sedang atau sudah melewati masa tersebut, pasti tidak akan pernah bisa melupakannya. Kami pasti menertawakan diri sendiri lewat kebodohan kami dan pengalaman-pengalaman unik lainnya. Inilah kenapa masa koas itu begitu spesial, penuh cerita suka dan duka. Seru.

Melewati koas tanpa cerita, bagaikan melewati pup tanpa cebok!


Membaca kisah nyata dari keempat dokter dan calon dokter ini, membuat saya merasa bersalah karena dulu pernah ngerjain dan ngetawain para koas, atau yang lebih sering saya sebut DM, dokter muda. Tema yang diangkat dalam CEBOK ialah tentang lika-liku betapa sulit sekaligus menyenangkannya masa koas. Bukan hanya pada pendidikan dokter umum, tapi juga kedokeran gigi dan hewan. Sayang ya tidak sekalian kisah salah satu dokter spesialis aka PPDS, pasti lebih seru lagi.

Saya suka dengan tulisan dr. Andreas. Ia yang menjadi dokter demi sesuap nasi dan menulis demi sepiring sushi ini menuliskan kisah kocaknya dengan natural, tidak alay dan dilucu-lucukan. Saat menjalani modul elektifnya di So’e, daerah berjarak 6 jam perjalanan dari Kupang, Nusa Tenggara Timur, begitu rinci dan anti humor garing. Pembaca tidak hanya tertawa, tapi juga mendapat banyak pengetahuan tentang bagaimana perjalanan para DM dalam memahami masalah kesehatan dalam masyarakat. Dilengkapi dengan potret asli, pembaca makin terenyuh menyadari bagaimana kondisi masyarakat di sana. Jadi lebih bersyukur karena hidup di lingkungan yang jauh lebih baik.

“Kalau sekarang ini ada pegal-pegal otot, tidak, Pak?”

“Tidak ada, Pak Dokter.”

“Kalau diare, ada tidak, Pak?”

“Tidak ada, Bu Dokter.” Kutipan dialog di halaman 31.

saya dan CEBOK
Maklum dengan sikap para DM yang mengharapkan pasien sesuai kasus yang diinginkan. Maunya yang mudah ditangani dan tertebak diagnosanya, apa daya yang hadir malah yang ‘aneh’. Saya juga pernah mengalaminya, terutama di saat harus melengkapi target kebidanan biar bisa lulus dan gak mengulang masa praktek di tempat yang ada bidan galaknya.

Kalau membaca tulisan Tomy, saya jadi kasihan. Gemes deh, kok bisa sih gak lulus-lulus jadi dokter gigi? Padahal realitanya, banyak teman saya yang lulusnya cepet banget, cukup 4 ½ tahun. Ajaib ya. Tapi lebih ajaib Tomy yang sudah 7 tahun belum lulus. Eh ada saingannya, itu tuh si Diko yang jadi pemecah rekor 9 ½ tahun belum lulus juga. Upss ...

Gaya penceritaannya ... bikin ngakak, sih. Tapi lebay! Saya belum menemukan penyebab pasti mengapa kuliah di kedokteran gigi kok rasanya sulit. Apa karena kebanyakan game online? Apa sebegitu susahnya pertanyaan-pertanyaan dalam menuntaskan diskusi? Atau karena kurangnya pasien sebagai ‘bahan percobaan’? Atau jangan-jangan komplikasi ...

Pada sub bab “Cara Menghindari Cinta Lokasi dengan Pasien”, saya mengharapkan sekelumit kisah cinta lokasi dengan pasien. Minimal dengan rekan sejawat lah. Tapi tidak ada ... Eh ini kan memang bukan buku komedi cinta. Fokus pada suka-duka perkoasan, salah satunya tentang hubungan dengan beberapa profesi dalam suatu ruangan. Jangan sampai membina hubungan buruk dengan para CS alias cleaning service kalau tidak mau disodok pakai gagang pel seperti yang dialami oleh dr. Hima.

Salut dengan dr. Hima yang pandai merangkai imajinasi. Full ‘wangi’ Jepang di dalamnya. Saya tidak pernah berpikir bagaimana bisa memiliki nama ilmiah saat OSPEK yakni Gluteal maximus dan menghubungkannya dengan muka yang mirip cangkokan pantat Shinchan. Belum lagi penulis yang mengaku kembaran Ayumi Hamasaki ini sampai membayangkan bilamana sempat membawa komik hentai di dalam tasnya. Kocak banget deh kenarsisannya! Bukan hanya itu. Pembaca yang awam dengan nama alat-alat medis yang bergentayangan di ruangan, diperkenalkan dengan bengkok, spekulum juga benda steril yang dilafalkan ‘has’. Jadi nambah wawasan, tidak hanya mengenal tiang infus dan suntikan.

Rifky lain lagi ceritanya. Pemuda yang kini masih menjadi mahasiswa kedokteran hewan ini sempat galau saat cari ‘korban’ praktikum. Dia sampai merangkak dan guling-gulingan demi menangkap kucing sebagai bahan praktikum anastesi. Sampai di sini, saya menangis. 

Jujur ... saya kasihan dengan para hewan di sekitaran kampus kedokteran. Mereka secara tidak langsung telah menandatangani informed consent, persetujuan untuk dipakai sebagai bahan praktikum. Saya lebih tega menyuntik manusia dibanding menyuntik hewan yang hanya bisa kita ramalkan arti jerit kesakitannya. Bagi yang selama ini penasaran dengan apa saja kegiatan para mahasiswa kedokteran hewan, kisah Rifky referensinya.

CEBOK, buku komedi dengan bermacam gaya penceritaan benar-benar bisa menghibur saya. Bak menemukan oase di padang pasir, saya senang sekali akhirnya menemukan buku yang berisi bagaimana suka-duka di dunia medis, jadi punya teman seperjuangan. Saya jadi bersemangat menyelesaikan kisah mahasiswi kebidanan yang galau karena merasa salah jurusan. Eh ternyata sekarang saya malah kerasan. Doakan yaaa ... Hidup orang-orang kesehatan!

Catatan untuk pencetaknya, kerapian cetakan lebih diperhatikan lagi. Saya mendapati buku yang hampir sobek sisi-sisinya karena kurang rapi dalam pemotongan kertas.


Kumcer "Cerita di Balik Noda"


Judul : Cerita di Balik Noda (42 Kisah Inspirasi Jiwa)

ISBN/EAN : 9789799105257 / 9789799105257
Penulis : Fira Basuki
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Terbit : 14 Februari 2013
Jumlah halaman : xii + 234
Berat : 231 gram
Ukuran buku : 135 x 200 mm



Selama beberapa minggu, saya yang aktif di beberapa jejaring sosial melihat para Emak asyik membicarakan buku bercover sederhana namun artistik ini. Saya pun penasaran, lalu membelinya. Walau saya belum menjadi seorang ibu sebab masih lajang, namun saya harus mulai belajar mempersiapkan ‘gelar’ ibu mulai sekarang. Ya, belajar tentang bagaimana cara mendidik anak agar kreatif-positif, sesuai kodrat saya sebagai wanita. Semuanya ternyata saya dapat dari buku berisi 42 kisah inspirasi jiwa ini.

Buku yang merupakan hasil akhir dari sebuah lomba menulis bertema “Cerita di Balik Noda” yang diadakan oleh Rinso Indonesia di facebook ini dikembangkan secara apik oleh Fira Basuki. Sang ibu dua anak berhasil membuat greget 38 cerita, dengan gaya cerita dan sudut pandang masing-masing. Judul naskah asli pun diubah, sehingga tampak manis dan memikat. Misalnya “Perban Kaki Nenek Terjatuh” menjadi “Perban Nenek”, atau “Hebatnya Anakku” yang semakin membuat penasaran pembaca untuk segera melahapnya dengan judul baru “Nasi Bungkus Cinta”, serta beberapa judul lainnya.


Sebelum mengenal buku ini, saya kira iklan Rinso Indonesia di televisi yang menunjukkan bagaimana kreativitas anak sehingga mampu membuat lengkungan indah di wajah ibu dan orang sekitarnya, hanyalah fiksi. Namun setelah menikmati buku “Cerita di Balik Noda”, saya menyadari bahwa setiap anak memiliki sisi kreativitas, tapi dalam kadar yang berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh dua hal: faktor genetika dan lingkungan. Kreativitas tumbuh optimal jika kedua faktor tersebut dipadukan secara baik. Salah satu caranya ialah dengan membebaskan anak melakukan hal-hal yang disukainya, selama dalam batas wajar. Dari sinilah maka kreativitas akan terus mengalir seiring bertambahnya pengalaman dan usia anak.

Fira Basuki sendiri menulis 4 cerita yang terinspirasi dari lingkungan sekitarnya. Penulis kelahiran Surabaya, 7 Juni 1972 ini mencari dari hubungan pekerja dan bos hingga menghasilkan cerpen berjudul “Bos Galak” yang menjadi cerita pembuka. Di sinilah saya terkecoh oleh judul buku, saya pikir hanya akan dikisahkan bagaimana sikap ibu dalam menghadapi anak yang berkotor-kotoran, namun ternyata bagaimana cerita di balik ‘noda’ secara keseluruhan. ‘Noda’ tidak hanya kotoran yang membuat baju tidak lagi elok nan harum, tetapi dapat pula berarti kesalahan ataupun sikap kurang terpuji.

Diawali dengan Rani yang penasaran dengan sikap Bu Elsi, bosnya yang dikenal galak. Karena ia yakin segalak-galaknya manusia pasti luluh juga, maka iapun memiliki ide untuk merayakan hari ulang tahun bosnya minggu depan. Saat hari H, ia membawa rainbow cake berhias 10 lilin, dan ... ajaib! Perlahan Bu Elsi ‘membuka diri’ saat memandang 10 lilin yang menyala, lilin yang mengingatkan usia putranya yang meninggal 8 tahun lalu. Konflik terjadi saat secara tidak sengaja Rani menumpahkan kue di baju bosnya. Suasana menengang, namun ledakan tawa Bu Elsi membuat semuanya berubah.

“Dino sering melakukan hal ini waktu kecil. Menumpahi saya dengan makanan, bahkan kue ulang tahunnya sendiri.”

“Dino pasti bahagia di atas sana melihat Ibu tertawa,” ujar Rani yang kemudian membuat bosnya tersenyum.

Dari cerita ini dan 3 tulisan lainnya yakni “Sarung Ayah”, “Pohon Kenangan” dan “Foto”, saya jadi mengerti mengapa alumnus dari Communication Public Relation di Pittsburg State University dan Wichita State University ini diminta mengembangkan cerita-cerita para ibu dengan tetap mempertahankan gaya tulisan aslinya. Fira Basuki yang mumpuni dengan kisah kehidupan pasangan dengan bukti novel perdana berjudul “Jendela-jendela” dilanjut dengan karya-karya lainnya yang sukses di pasaran, memang dengan lancar membalut Buku “Cerita di Balik Noda”, membuat pembaca semakin bergairah menyimak kisah yang ditulis oleh ke-38 ibu bijak berputra hebat.

Penulis kelahiran Surabaya, 7 Juni 1972 itu pun mengembangkan kisah karya Bunda Haifa dalam judul “Hidup Baru Danu”. Di sinilah kita akan tahu bahwa kreativitas yang mensyaratkan kebebasan tidak akan berkembang apabila si anak tidak diberi kesempatan. Juga disiplin yang kaku tanpa toleransi akan berpotensi mematikan kreativitas. Membuat anak takut 'melangkah' dan berkembang sebagaimana mestinya. Padahal, berani kotor itu baik!

Adalah Danu dan adiknya yang dibesarkan bak porselin. Karena sebelumnya tidak pernah diperbolehkan berkotor-kotoran, maka untuk membantu tantenya di kebun pun susahnya minta ampun. Namun sejak dipindahkan ke sekolah alam, semuanya berjalan dengan baik. Sebab di sekolah itu, diajarkan bagaimana bertanggung jawab dengan membantu menanam sayur, beternak lele dan saat panen dibagi rata. Dari situlah Danu menjadi anak yang juga memiliki rasa berbagi yang tinggi, terbukti dengan mau membantu temannya berjualan di pasar, di akhir cerita. Topik ‘anak porselen’ juga terdapat di cerita berjudul “Harta Sebenarnya” dan “Kaki (harus) Kotor” dengan balutan pengembangan cerita yang lebih luas dan lebih menarik lagi.

Kisah yang paling saya suka ialah cerita kiriman Ibu Vincensia Naibaho yang mengisahkan bagaimana Gwenn, putrinya yang masih SD, begitu peduli dengan Lela. Padahal Lela hanyalah anak pembantunya. Namun ia begitu memikirkan keinginan Lela yang ingin memiliki sepeda merah muda sepertinya untuk dipakai ke sekolah. Kisah ini menyadarkan bahwa ternyata anak mampu mengajarkan sesuatu pada orang dewasa. Seperti Gwenn yang mengajarkan ibunya untuk berbagi nikmat yang Tuhan beri. Gwenn rela memberikan angpaunya untuk dibelikan sepeda baru Lela.

Anak juga mengajarkan untuk tidak berjiwa pendendam dan merupakan sosok pendamai terampuh. Pada cerita “Tak Jadi” dimana prasangka buruk istri membuat kesal suami hingga membuang cincin perkawinan mereka di kolam, putrinya lalu berteriak, “Papa-Mama, kenapa tidak capek berantem melulu?”

Yuni yang masih 10 tahun itu gigih meruntuhkan gengsi di antara kedua orang tuanya dengan berseru lagi, “Papa, sekarang Papa tidak lagi ajak Yuni main menangkap ikan. Mama, sekarang tidak lagi suka tertawa. Lama-lama cepat tua, lo!”

Karena diacuhkan, Yuni nekad mengaduk-aduk isi kolam, membuat kedua orang tuanya terkaget dan buru-buru menolongnya. Ketiganya berkotor-kotor hingga menemukan cincin kawin dan berpelukan, saling minta maaf.

Masih banyak kisah yang patut mendapat acungan empat jempol. Tampaknya buku “Cerita di Balik Noda” layak pula dinikmati kaum lelaki dan anak-anak, juga para lajang seperti saya, karena banyak ide sederhana yang langsung merasuk di hati. Sesuatu yang mengajarkan bahwa tidak selamanya noda itu buruk. Anak pun bisa mencontoh kreativitas yang diceritakan di sini, seperti pada cerita berjudul “Koki Cilik”, “Batik Kreasi Ivan”, “Master Piece” dan lain sebagainya.

Walau tampak sempurna, nyatanya buku “Cerita di Balik Noda” juga memiliki beberapa kekurangan. Seperti tidak adanya footer sebagai tempat pemberi keterangan untuk kata yang asing, seperti panggilan ‘Buya’ untuk ibu pada kisah “Dua Malaikat”. Juga pengenalan sang pemilik naskah asli, yang biodatanya tidak ikut serta disebutkan di sini. Kesannya seperti Fira Basuki mendominasi naskah. Padahal, ide awal kisah ada pada ke-38 ibu hebat berputra kreatif yang tersebar di seluruh Nusantara, bahkan mungkin juga ada di luar negeri. Kalau soal salah penulisan kata, sudah biasa. Mata manusia tidak selalu awas, bukan?


Kreativitas yang merupakan kemampuan menghasilkan suatu hal yang baru ataupun salah satu pemecahan suatu masalah, dapat dilihat dari segi berfikir dan bersikap kreatif dalam bentuk keterampilan. Bila sejak awal kreativitas anak sudah dikembangkan, maka akan terbentuk sikap dan pribadi kreatif. Sehingga saat ia tumbuh dewasa niscaya tidak akan menemui banyak kesulitan dalam hidupnya. Sebab modal berupa cepatnya penyesuaikan diri dalam kehidupan telah terbentuk dari sikap kreatif .

Semoga buku “Cerita di Balik Noda” semakin membuat pembaca terpacu mendidik buah hati dengan lebih baik lagi. Hikmah “berani kotor itu baik” hendaknya menjadi suatu acuan dalam pembelajaran di sekolah utama, yakni keluarga, sebagai unit terkecil pembentuk kepribadian suatu bangsa. Saya senang sekali dapat menikmati 42 kisah inspirasi jiwa ini, ada banyak pesan yang mampu saya bagi pada lingkungan sekitar, juga untuk pedoman bagi diri saya sendiri tentang bagaimana cara mendidik anak. Selain itu, saya berharap akan ada lagi pembukuan dari lomba menulis bertema “Cerita di Balik Noda” yang dapat saya ikuti suatu hari nanti.



Novel "Kau Bisa Mencintaiku"

Judul : Kau Bisa Mencintaiku
No. ISBN : 9786027735255
Penulis : Kamiluddin Azis
Penerbit : Zettu
Tanggal terbit : Januari - 2013
Jumlah Halaman : iii + 207


cover "Kau Bisa Mencintaiku"


Cinta, sebuah kata dengan beragam kisah yang tiada habisnya. Tua-muda, pria-wanita, kaya-miskin, cinta hadir tanpa memandang siapa yang terjangkit virusnya. Setiap orang berhak mencinta, tanpa atau dengan alasan. Cinta selalu hidup dari dua keping hati lalu menjelma menjadi satu kasih yang abadi.Kalimat terakhir ialah tagline dari “Kau Bisa Mencintaiku”, sebuah novel romantis terbitan Zettu. Mengawali tahun 2013, novel ini seakan kian meramaikan rak toko buku dengan nuansa ringan nan memikat. Tengoklah covernya, begitu sederhana tetapi menuangkan makna yang dalam. Sebuah hati terkail oleh mata pancing yang tajam, seakan dengan suka rela dimiliki seseorang dengan dasar cinta dan berkata, “Kau bisa mencintaiku”.

Novel setebal 207 halaman ini dikemas dalam 21 bagian. Percayalah, pada tiap bagian Anda akan dibuat ketagihan untuk lagi dan lagi membuka lembarannya. Pemilihan kata yang tepat dan gaya penceritaan yang mengalir seakan membawa Anda menjadi salah satu bagian dalam kisahnya. Pun seakan secara nyata mengenal tokohnya, Odie dan Siska. Terlebih desain lay out pada halaman isi membuat pembaca nyaman berlama-lama membacanya.

Diawali dengan perkenalan Odie dan Siska yang unik, bertabrakan di jalanan. Jangan dibayangkan seperti sinetron: bertabrakan-kenalan-jadian. Atau bertabrakan-marah-jatuh cinta. Bukan ...! Keduanya kemudian bersahabat, sebab ternyata bersekolah di SMU yang sama. Odie kelas 3, dan Siska adik kelasnya. Keakraban mereka memang sering disalahartikan oleh teman-temannya, disangka sudah jadian padahal tidak. Odie menyayangi Siska seperti adiknya sendiri.

Suatu hari, Odie mengenalkannya dengan Soraya, seorang mahasiswi yang ternyata kekasih Odie. Siswa SMU pacaran dengan mahasiswi? Dari situ, Siska mengira lelaki 17 tahun itu mengidap Oedipus Compleks. Perlahan, ia pun menjauhinya. Tentu saja Odie jadi sedih, apalai saat Soraya juga memutuskan hubungan mereka.

Untuk menghibur Siska yang syok berat, Rosa mengajukan sebuah rencana spektakuler. Awalnya Siska geleng-geleng kepala. Ia sebenarnya ingin kembali dekat dengan sahabatnya, tetapi ... Akhirnya ia menyetujui rencana gila Rosa. Rencana apakah itu? Lalu bagaimana kelanjutan persahabatan Odie dan Siska?

Dari novel perdana Kamiluddin Azis ini, Anda bisa belajar akan banyak hal. Ternyata cinta memang tidak bisa dipaksakan. Kapan hadirnya, tiada yang tahu. Bisa saja sekarang benci, besoknya jadi cinta. Atau sekarang sahabat, besoknya kekasih, sahabat hati. Cinta butuh perjuangan, bukan hanya berdiam menunggu ‘rasa’ itu datang mengisi jiwa. Cinta juga kadang membuat gila, melakukan hal yang tidak masuk akal demi menyenangkan pasangan.

Ingin memiliki novel ini? Silakan langsung pesan di Rumah Buku Pustaka Ilmu, Anda bisa mendapatkan juga tanda tangan dari sang penulis ^^


Novel "Twivortiare"

www.kata-artha.com ---

Judul: Twivortiare
Penulis: Ika Natassa
Tebal: 360 halaman, 20 cm
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

i got it freeeee...

Pertama kali melihat covernya, saya terpikat. That blue bird is my favorit! :D Actually, nama 'Ika Natassa' yang attractive. Dia banker namun berhobi menulis dan fotografi. Saat mengecek akun twitternya, ayay ... kadangkala saya merasa bahwa @ikanatassa adalah penjelmaan @alexandrarheaw dalam versi real. Walah, kok jadinya pakai bahasa setengah-setengah begini? Tak apa, dalam buku terbitan perdana Juli 2012 ini juga dipakai bahasa demikian. Sweet, alamiah.

Alexandra, seorang banker berusia 31 tahun, menceritakan secara gamblang bagaimana kehidupannya melalui tweets. Bukan hanya tentang pekerjaannya, bahkan bagaimana gaya bercintanya dengan si suami kedua yang juga suami pertamanya, Beno, benar-benar membuat penasaran para followers. Termasuk saya, yang sebenarnya agak bingung saat pertama kali membacanya sebab akun twitter saya asal aktif saja. Bingung pakainya :D Tapi, setelah tiga lembar terlampui, jadi 'ngeh' dan terhanyut, sampai-sampai kecanduan kisah si Heart Surgeon yang hobi meluk paha Alex ibarat guling.

Mungkin benar kata @winasoedarjo, satu-satunya sohib real Alex yang seringkali menimpali kicauan Alex, bahwa orang Indonesia itu doyan banget pengen tahu urusan orang lain. Itulah mengapa Twivortiare yang merupakan kelanjutan dari Divortiare, dibuat. Karena ... Ika Natassa tahu pembacanya nagih nasib si Alex yang masih sering menggalau dengan perasaannya pada Beno. Dan bagi yang belum membaca Divortiare, jangan khawatir. Ika Natassa seakan peramal yang tahu mana point yang wajib diceritakan kembali, terutama tentang bagaimana pernikahan Alex dan Beno sebelumnya.

Twivortiare mungkin patut disebut awesome twitterature. Tweets Alex seakan hidup. Walaupun tidak diceritakan bagaimana sosok Alex, Beno, Wina, si Mbok, dan para tokoh lainnya yang kebanyakan merupakan pemuja si banker, namun hanya dengan membaca tweets Alex... pembaca seakan bisa menerka sendiri bagaimna penokohannya. Selain itu, tweets yang kadangkala bikin pembaca tertawa dan nyesek dalam satu waktu, membuat pemikiran kita tentang bagaimana 'membahagiakan diri sendiri dan pasangan' bertambah. 

Yah, sama dengan pertanyaan dalam novel ini, 'dapatkah kita mencintai dan membenci seseorang sedemikian rupa pada saat bersamaan?'. Apa yang Alex rasakan mungkin sama dengan apa yang pembaca rasakan, bahwa di saat sangat mencintai pasangan, kadangkala rasa benci pun muncul. Benci, sebab dia masih melakukan yang tidak kita suka, atau benci pada diri sendiri yang belum bisa maksimal membahagiakannya.


Eniwei, recommended!