Kumcer "After School Horror"

Judul: After School Horror, kisah nyata hantu di sekolah 
Penulis: Nana R. Pratiwi
Penerbit: Bukune
Cetakan: 1, 2013
Tebal: viii+164 halaman
ISBN: 602-220-102-0


Hujan turun deras dan motorku sulit untuk di-starter. Aku bimbang, ingin bolos tapi rasanya harus tetap les. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi. Dalam perjalanan, di tikungan yang gelap, sebuah mobil muncul dengan kecepatan tinggi.

Aku terlambat menyadari kedatangannya. Kubanting setang motor ke kiri untuk menghindari tabrakan. Tapi percuma. Aku terjatuh dan kepalaku terbentur pembatas jalan dengan sangat keras. Darah segar mengalir dari kepalaku, tubuhku terasa lumpuh seketika. Sakit sekali rasanya. Sedikit demi sedikit rasa dingin menjalar ke seluruh tubuhku .

Prita tidak bisa melanjutkan membaca surat yang ditulis Lydia, muridnya. Bulu kuduknya bergidik. Bagaimana mungkin Lydia bisa hadir di kelas dan menulis surat itu, padahal dia sendiri sudah menghembuskan napas terakhir di perjalanan?

Kisah horor dan seram banyak terjadi di sekitar kita, tidak terkecuali ketika kita mencari ilmu di bangunan kampus tua, sudut-sudut kelas sepi, atau toilet gelap sekolah yang selalu kamu hindari. After School Horror berisi delapan cerita nyata yang terjadi di lingkungan kampus dan sekolah. Membuktikan bahwa mereka juga ada di sekitar kita. Bersiaplah untuk jam pelajaran tambahanmu, yang penuh teror.


Lama sekali saya tak membaca buku horor. Bukannya takut, tapi saya memang kurang berani, hihi. Apalagi sering kebagian dinas malam, bayangan ada seseorang berbaju putih berambut panjang diam di pojokan kadangkala mengintai benak saya. Tentunya makin tak berani ambil resiko terbayang ingatan cerita buku yang dibaca.

Karena cover After School Horror menarik, ada lubang menganga yang menampilkan judul buku, saya jadi tertantang menghabiskannya dalam beberapa waktu. Saya pikir bakal unyu seunyu covernya. Dengan stategi membacanya di pagi hari, sepulang dinas, saya berharap kesan seram tak tertlalu mendera. Ternyata saya salah! Bulu kuduk tetap berdiri menamatkan 8 kisah seram ini.

Kisah pertama berjudul “Ciuman Pertama”. Dengan judul aduhay dan ilustrasi seorang lelaki yang membawa kalung di tengah kelas, saya yang merasa kisahnya tidak akan terlalu menakutkan kemudian bernapas lega. Kesannya sweet banget sih.

Tapi ... tunggu dulu! Dessy, sang tokoh utama, yang tiduran di UKS karena malas berhadapan dengan pelajaran Kimia, terkejut dengan suara ribut di sebelahnya. Ia melihat ada 3 pemuda berusaha membekap temannya. Dessy ingin berbuat sesuatu, namun suara ponselnya yang terjatuh membuat salah seorang di antara mereka menoleh padanya dan menyerangnya. Gawat! Untung hanya mimpi, karena suster Maryam lalu membangunkannya.

“Sus, tempat tidur yang di sini ke mana?”

Suster Maryam mengernyitkan dahi. “Tempat tidur apa? Dari dulu kan cuma ada satu ... kalau dua nanti tambah banyak yang bolos ke sini.” (halaman 6)

Dessy memang siswa pindahan, baru 3 bulan dan dia belum terlalu mengenal seluk beluk sekolah barunya ini. Hingga suatu hari saat berlangsungnya pentas seni di malam hari, Evan, pacar yang dikenalnya di sekolah ini, mengajaknya ke kelas. Di situ Evan memberinya kalung dari loga putih mengilat. Hubungan mereka baru 5 hari, karenannya Dessy jadi kurang enak menerimanya. Tapi kalung itu kemudian sudah ada di lehernya, Evan pun mengecup kening dan bibirnya.

Anehnya, ketika tiba-tiba teman-temannya datang, salah satunya bertanya,”Hei Dessy... lo dari tadi di sini? Ngapain gelap-gelapan sendirian?”

Padahal Dessy yakin kalau ia bersama Evan. Namu lelaki itu telah menghilang. Bahkan teman-temannya terkejut dengan kalung yang ada di leher Dessy. Dari situ kemudian terkuak bahwa Evan sebenarnya telah meninggal beberapa bulan lalu. Jikalau benar demikian, lalu selama ini Dessy bersama siapa? Mengapa arwah Evan mendatanginya, bahkan menciumnya? Apa yang sebenarnya terjadi?

Belum puas membuat pembacanya menengok kiri-kanan dan memastikan ada  kaki-kaki orang sekitar yang menapak di lantai, sang penulis masih mengisahkan tentang arwah yang menyamar menjadi manusia. Kali ini korbannya ialah Rina, seorang mahasiswi yang tinggal di asrama. Kamarnya yang bernomor 13 ternyata dihuninya bersama seorang lagi, Asri. Awalnya Rina senang punya teman sekamar, setidaknya ada yang membantunya membersihkan kamar dan mengerjakan tugas kuliahnya. Namun lama-lama ia jengah, terlebih ketika sikap Asri begitu posesif layaknya pacar.

Rina merasa takut pada Asri. Gadis aneh itu seperti dukun yang mampu membaca isi kepala Rina. Rina yang penasaran tentang siapa sebenarnya Asri bermaksud menanyakannya pada kakak kelas, tapi betapa kagetnya ia begitu tahu kalau harusnya tiap kamar hanya dihuni seorang saja. Lalu ... siapa Asri? Penyusup?

Di leher Asri ... astaghfirullah ... bukankah itu darah? Leher itu tersayat dari samping kiri melintang ke samping kanan, darah segar mengalir membasahi T-shirt warna kuning yang dikenakan Asri. Rina bergidik melihatnya, mata Asri memerah, rambutnya berubah menjadi panjang melewati bahu dan acak-acakan seperti bangun tidur. (halaman 40)


Ilustrasi pada kisah kedua ini lumayan seram, ada gadis berambut acak-acakan berwajah menakutkan yang berdiri di hadapan gadis yang menjerit ketakutan. Pun pada ilustrasi kisah-kisah selanjutnya, menambah isi cerita menjadi semakin mendebarkan jantung. Adrenalin benar-benar terpacu, rasanya seperti lari keliling lapangan untuk menghindari sesuatu. Deg-degan, bulu kuduk pun meremang.

Dengan sudut pandang orang pertama, buku bertema kisah misteri di sekitaran sekolah, kampus dan kosan ini membuat kita jadi lebih mendengarkan apa yang hati kecil katakan. Jangan menoleh pada sesuatu yang rasanya akan menakutkan apabila ditengok, jangan berbalik apabila merasa tak enak hati dan jangan nekad meneruskan melakukan sesuatu apabila batin melarang.

Sayangnya ... pada kisah pertama sempat ada kerancuan, yakni pada perpindahan sudut pandang orang ketiga menjadi sudut pandang orang pertama. Yang awalnya dikisahkan hanya sebagai pengamat kok tiba-tiba jadi ‘akuan’ walau memang dipisahkan oleh jeda tapi kesannya terlalu terburu. Mungkin sengaja dibuat demikian agar pembaca bisa lebih mengenal tokoh Dessy dan memeahami posisinya sehingga bagaimana perkenalannya dengan Evan yang tidak secara gamblang dielaskan bisa dimengerti oleh pembaca.

Layout yang penuh sidik jari dan bercak darah sebagai bingkai isi, semakin emnonjolkan kesan seram pada After School Horror ini. Salut pada bukune yang memberi kesan tak biasa pada buku setebal lebih dari 160 halamn ini. Juga salut pada penulisnya, Nana, yang berani merampungkan buku ini di tempat berhantu. Kisah-kisah seram yang ia dapat dari teman-temannya, ditampung dan diselesaikan dalam beberapa waktu. Karya ketiganya ini kembali mendongkrak namanya di jagad penulisan, populer oleh karena makhluk astral yang dikisahkannya.

Semoga ‘mereka’ bangga karena keberadaannya diakui dan terabadikan dalam karya ini.


Semoga setelah ini saya masih berani jalan sendirian ke parkiran rumah sakit di malam hari. Aamiin.  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah membaca ^^
Tolong berkomentar dengan sopan yaaa... Maaf kalau ada yang belum terjawab :*