Peran Remaja dan Penyandang Disabilitas dalam Pemilihan Umum

 

Tak disangka, Pemilihan Umum (Pemilu) sudah di depan mata. Tepatnya di 14 Februari 2024 mendatang, pesta demokrasi untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden serta Legislatif diadakan. Rasanya sungguh antusias, terlebih kini sudah masuk masa kampanye dan beberapa calon wakil rakyat telah mensosialisasikan visi misinya. Jadi makin penasaran siapa yang nantinya akan terpilih.


Dalam pelaksanaan Pemilu, semua masyarakat diharapkan turut berpartisipasi, termasuk penyandang disabilitas. Tentunya tidak semua, namun sesuai persyaratan yang berlaku. Yakni penyandang disabilitas yang sudah memiliki E-KTP bisa menggunakan haknya untuk memilih sebab persyaratan utama untuk menjadi pemilih saat Pemilu ialah memiliki E-KTP. Jadi penyandang disabilitas juga punya hak politik yang sama dan berhak untuk dilibatkan dalam segala kepentingan masyarakat. 


Lalu bagaimana peran Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) dalam menyediakan fasilitas pada penyandang disabilitas agar bisa memaksimalkan hak untuk memilih? Lalu bagaimana juga dengan peran remaja, khususnya remaja dengan disabilitas dalam pelaksanaan Pemilu kali ini? Semua pertanyaan tersebut kemudian terjawab saat menyimak Diskusi Publik Ruang KBR dengan host Rizal Wijaya. Temanya menarik, yakni "Partisipasi Remaja dengan Disabilitas dalam Pemilu 2024".


Menghadirkan Bu Noviati, S. IP., yang merupakan tim Panwaslu Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri - Jawa Tengah. Wanita berkerudung ini juga bagian dari Pusat Pengembangan dan Pelatihan Rehabilitasi Bersumber Daya Masyarakat (PPRBM), lembaga yang sejak 1978 bergerak di isu pemberdayaan dan advokasi penyandang disabilitas, Orang yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) dan kaum-kaum termarjinalkan lainnya. Bekerjasama dengan NRL Indonesia, ada Proyek Prioritaskan Anak dengan Disabilitas (PADI) yang dijalankannya yang mana bertujuan agar anak-anak dengan disabilitas dan yang pernah mengalami kusta dapat menikmati hak dasar mereka. Juga bisa secara penuh berpartisipasi sesuai usia mereka di tengah masyarakat yang inklusif disabilitas.


Dalam Diskusi Publik yang bisa disimak di YouTube Berita KBR dan disiarkan secara streaming di 100 radio jaringan KBR dari Aceh sampai Papua ini juga menghadirkan Kenichi Satria Kaffah. Ken, sapaan akrabnya, adalah disabilitas netra. Sebelumnya lelaki 20 tahun ini menderita low vision dan mengalami disabilitas saat kelas 1 SMP. Remaja yang masih kuliah ini merupakan aktivitas disabilitas yang bergerak di perancangan peraturan perundang-undangan advokasi terkait hak-hak disabilitas baik ke pemerintah dan pihak swasta. Keren sekali!


Saat ditanya tentang bagaimana rasanya tahun depan bisa berpartisipasi dalam Pemilu, Ken antusias menjawab, "Seru sih! Ini pengalaman pertama menjadi partisipasi. Banyak teman-teman yang belum tahu mengapa harus nyoblos, peran presiden itu apa sih, dan hal-hal lainnya. Ini juga bisa jadi wadah dimana remaja dengan disabilitas punya peran bermakna dengan ikut terjun langsung dalam proses pemilihan umum."

Menurutnya anak muda harus memilih, sebab masa depan itu berdasarkan apa yang kita tentukan saat ini. Terlebih di Pemilu 2024 diproyeksikan ada 60% pemilih dari kategori pemilih pemula, oleh karena itu keberadaannya sangat menentukan proses dan hasil Pemilu. Demi bisa memaksimalkan Indonesia Emas di 2045 nanti, edukasi soal pemilu harus dimaksimalkan. Anak muda hendaknya punya paham yang baik tidak hanya soal ekonomi, lingkungan dan Hak Asasi Manusia (HAM), tapi juga pengetahuan dan keterlibatan di politik juga haruslah ditambah.


Mengenai keterlibatan penyandang disabilitas dalam berpolitik, Bu Novi menjelaskan bagaimana konstitusi negara kita sudah sangat jelas ngatur pemenuhan hak politik bagi semua disabilitas. Tidak hanya tertuang dalam UUD 1945 tapi ada pula dalam UU no 7 tahun 2017 pasal 5 yang menyebutkan bahwa penyandang disabilitas yang memenuhi persyaratan memiliki hak yang sama sebagai pemilih untuk menggunakan hak pilihnya, sebagai peserta pemilu dan penyelenggara pemilu. Pun dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) terkait Pemilu 2024 no 22 tahun 2022 tentang penyusunan daftar pemilih dan sistem informasi data pemilih, sebenarnya telah memberikan ruang seluas-luasnya kepada penyandang disabilitas. Hal ini mulai dari hak mereka untuk didaftar sebagai pemilih, hak untuk memberikan suara secara rahasia, hak atas Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang mudah diakses, dan hak untuk mencalonkan atau dicalonkan sebagai anggota legislatif, Calon Presiden (Capres) - Calon Wakil Presiden (Cawapres), kepala daerah dan sebagainya. Meskipun memang implementasinya belum maksimal, tapi akan terus diperbaiki seiring berjalannya waktu.


Tugas Bu Novi sebagai bagian dari Panwaslu punya peranan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu. Masyarakat dalam hal ini juga termasuk penyandang disabilitas, jadi Panwaslu memastikan para penyandang disabilitas yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih bisa menggunakan haknya dengan baik. Meskipun ada beberapa kendala seperti temuan di masyarakat yang antara data dan kenyataannya tidak sesuai dengan spesifikasi disabilitasnya, atau ada juga yang tidak terdata karena kurangnya dukungan dari keluarga sehingga kehadirannya bak "disembunyikan". Salah informasi dari pendata di lapangan juga jadi pertimbangan, seperti kesalahan dalam menginterpretasikan disabilitas. Nah hal-hal inilah kemudian memberikan dampak pada pengadaan TPS. 


TPS bagi penyandang disabilitas harus khusus, sebab ada "template" dengan huruf braille bagi disabilitas netra, area yang bisa digunakan pakai kursi roda dan tempatnya haruslah tidak berundak, tidak sempit, serta bilik suara lebar menyesuaikan lebar kursi roda. Disinilah peran Panwaslu menjembatani agar hal ini sesuai. Sebab Ken juga bercerita soal bagaimana kakak-kakaknya dulu saat memilih pada periode sebelumnya, ternyata mengalami masalah dimana ada yang template-nya tidak tersedia, petunjuk yang samar dan sulit dimengerti, serta akses kursi roda yang kurang memadai. Sejatinya kekurangan-kekurangan ini bisa diinformasikan segera ke posko pengaduan Panwaslu dan mendapat penanganan lebih lanjut.


Bu Novi mengatakan, "Dari Banwaslu sendiri sudah menyediakan posko-posko pengaduan bila masyarakat mengalami kendala mengakses informasi, atau saat hari pelaksanaan Pemilu ternyata lokasi TPS tidak aksesibel. Padahal jauh-jauh hari sudah dilakukan pemetaan sebelum pembuatan TPS dimana sebulan sebelumnya dan sehari sebelum Pemilu pembangunan TPs telah selesai. Jadi masyarakat sebenarnya sudah diberikan kesempatan untuk cek kondisi TPS-nya, di sinilah peran aktif masyarakat begitu dibutuhkan."

 

"Masyarakat bisa tahu soal Daftar Pemilih Tetap (DPT) dari data yg terpasang di kantor kelurahan dan desa-desa seluruh Indonesia. Datanya bisa dilihat semua orang, sehingga masyarakat tahu nyoblos di TPS mana. Jika ternyata TPS tidak bisa diakses, masyarakat bisa memberi masukan. Nah ketika hari H ternyata fasilitasnya belum tersedia, boleh langsung berikan pengaduan ke Banwaslu melalui posko pengaduan," lanjut Bu Novi dengan rinci.


Sebagian besar masyarakat memang belum begitu paham sebab sosialisasinya belum begitu massive. Padahal bisa langsung ke 2 platform yang sudah disediakan, ada website https://cekdptonline.kpu.go.id/ dan aplikasi Sistem Informasi Layanan Pendaftaran/Pelaporan Ormas (Silapor). Untuk pencarian data pemilih pada Pemilu 2024 bisa dengan cara memasukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) di https://cekdptonline.kpu.go.id/. Bila ada kendala bisa langsung lapor di aplikasi Silapor. Sayangnya memang sosialisasi kedua platform ini masih belum maksimal, kata Ken ternyata masih banyak rekan penyandang disabilitas yang belum mengetahuinya.


Itulah salah satu alasan mengapa Ken berperan aktif dalam mensosialisasikan soal Pemilu. Alasan lainnya karena pemuda hebat ini ingin berpartisipasi mewujudkan Indonesia yang cerah dengan mengembangkan kemampuan dirinya. Apalagi di Indonesia Emas nanti agar bisa bersaing dengan pasar global, beragam keahlian harus dipupuk mulai dari sekarang sebab rentang waktu 10 tahun dirasa belum cukup. Jadi alasan yang kuat juga mengapa kemudian Gen Z, gen alpa dan generasi ke bawah selanjutnya punya tantangan tersendiri untuk melakukan perubahan ini. 


Diceritakan bahwa Ken mengenal apa dan bagaimana pemilu dari keluarga terdekat. Ada peran orang tua dan tenaga pendidik di dalamnya. Di lingkungan yang lebih luas, Ken kenal ilmu politik dari sosial media (sosmed), apalagi di masa teknologi seperti saat ini. Ken mengharapkan para influencer bisa mengedukasi soal pemilu sehingga para generasi muda bisa ikut aktif dalam pelaksanaannya. Tidak sampai ada hoaks yang tersebar, karena ada info benar dan pasti yang didapatkan.


Selanjutnya Bu Novi menceritakan bagaimana proses pengenalan pemilu ke pemilih pemula, utamanya ke penyandang disabilitas. Jadi tidak hanya mengenakan apa itu pemilu, tapi juga mengenalkan figur-figur yang akan dipilih, aneka partai politik yang melakukan kompetisi, tapi juga melakukan simulasi. Dengan begitu pemilih pemula bisa lebih paham. Penekanannya yang lebih detail bisa memudahkan pemilih pemula dalam penggunaan hak pilihnya. 


Ken menambahkan soal pentingnya edukasi dari lingkungan terdekat agar bisa memfilter informasi dengan baik. Kita tidak bisa mengatur apa yg ada di sosial media, dimana banyak juga berita hoaks yang dibagikan. Jadi lebih baik perbanyak membaca sebab informasi yang disajikan lebih detail dan tidak membingungkan, dibandingkan bila menyimak lewat video yang sepotong-sepotong. Baiknya juga edukasi soal pemilu hendaknya tidak saja dilakukan menjelang pemilu. Pun usainya bisa terus disosialisasikan agar masyarakat bisa lebih memahami pemilu dengan lebih rinci.


Tentunya sosialisasi soal pemilu pada pemilih pemula dan masyarakat umum itu berbeda caranya. Sosialisasi pada masyarakat umum lebih ke partisipasi aktif dalam keikutsertaan pengawasan pemilu. Terlebih bila ada yang tidak sesuai dengan regulasi pemilu, misalnya bila ada money politic, black campaign ataupun hoaks yg beredar di media massa, ASN yg tidak netral dan bentuk pelanggan lainnya. Jadi lebih kompleks lagi.


Disabilitas seringkali jadi isu eksploitasi saat masa pemilu, tetapi saat setelahnya disabilitas kembali disisihkan. Dengan melibatkan disabilitas dalam hal bermakna seperti dilibatkan saat proses kampanye, penyusunan visi misi, diharapkan isu disabilitas bisa terus berkelanjutan dan ada aksi nyata setelah hasil pemilu diumumkan. Pun para remaja yang diikutsertakan dalam meramaikan pesta demokrasi bisa lebih aktif lagi mencari tahu soal apa dan bagaimana Pemilu. Jangan sampai tidak menggunakan hak pilih dan masuk golongan putih (Golput) karena hal ini juga menentukan hasil dari Pemilu, penentu masa depan bangsa kita.
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah membaca ^^
Tolong berkomentar dengan sopan yaaa... Maaf kalau ada yang belum terjawab :*